Rabu, 29 Februari 2012

Do'a inspirasional


Do'a Seorang Ayah (Jend. Douglas Mc Arthur)

Ya Tuhan… berikanlah hamba putera yang cukup kuat untuk mengakui kelemahannya, tabah dan bangga dalam kekalahan jujur dan rendah hati dalam kemenangan; berikanlah hamba putera yang mampu mewujudkan cita-citanya dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja, putera yang sadar bahwa mengenal Engkau dan mengenal diri sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan.

Ya Tuhan… jangan pimpin puteraku di jalan yang mudah dan lunak, namun tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan; bimbinglah dia untuk tetap tegak dalam prahara dan rasa kasih kepada mereka yang tidak berdaya, ajarilah dia untuk berhati tulus dan bercita-cita tinggi, mampu memimpin diri sendiri sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain; ...

Ya Tuhan berikanlah hamba putera yang mengetahui makna tawa-ceria tanpa melupakan makna tangis-duka, putera yang mampu memandang jauh ke masa depan namun tidak melupakan masa yang telah silam; dan bila semua ini telah jadi miliknya, anugerahilah dia secercah kejenakaan supaya dia dapat bersungguh-sungguh dan dapat pula menikmati hidupnya.

Ya Tuhan… Anugerahilah dia kerendahan hati agar selalu ingat bahwa keagungan yang sejati senantiasa sederhana, kearifan yang sesungguhnya senantiasa tulus, dan kekuatan yang benar senantiasa lembut. Dan akhirnya bila semua ini telah terwujud, hamba, ayahnya, akan memberanikan diri berbisik: “HIDUPKU TIDAK SIA-SIA”.

Mungkin ada beberapa diantara kita mempersepsi ini sebagai suatu kesombongan karena seperti "menantang Tuhan", namun saya mencoba memaknai dari sisi positif bahwa sang jenderal sudah sangat paham bahwa hidup ini penuh dengan tantangan, ujian dan cobaan.......semoga memberikan inspirasi bagi upaya pengembangan Integritas Anak Bangsa.
Read more >>

Jumat, 24 Februari 2012

Pengembangan Integritas


PENGEMBANGAN INTEGRITAS
Setelah dipahami bahwa kondisi atau kesiapkan psikologi, termasuk integritas merupakan muara dari segenap kondisi lainnya, maka upaya pengembangan integritas seyogianya dilakukan secara terpadu dan menyeluruh/holistik.  Bagaimana lembaga pendidikan mengembangkannya? Perlu menanamkan doktrin secara tepat karena akan menjadi moral compass bagi peserta didiknya (serdik). Pendekatan yang memperhatikan keseimbangan, keharmonisan dan keserasian, namun perlu disepakati tujuan yang ingin dicapai terkait dengan integritas (jati diri) serdik.
Berikut ini, mari kita renungkan tentang kebutuhan individu terkait dengan pendapat Anthony Robbins mengenai 6 kebutuhan dasar manusia,  sebagai berikut :
1.             Certainty (Kepastian). Kebutuhan akan kepastian untuk hidup tenang dan merasa aman, serta terhindar dari hal-hal yang menyakitkan. Kepastian keuangan, kepastian cinta, kepastian tugas pekerjaan (posisi/jabatan), jaminan masa depan dan lain-lain. Apakah kita telah merasa mendapat kepastian tentang kehidupan ini ?
2.             Variety (Variasi).  Sesuatu yang selalu pasti akan menimbulkan kebosanan. Oleh karena itu, dibutuhkan variasi. Kebutuhan untuk  berubah secara fisik dan mental. Suatu kejutan akan membuat hidup kita tidak monoton, membuat lebih bergairah dan merasakan sensasi yang berbeda dari rutinitas keseharian. Sejauhmana kita memperoleh variasi dalam kehidupan ?
3. Significance (Merasa penting).  Kebutuhan untuk menjadi penting, unik, istimewa, diinginkan, dibutuhkan, dll. Manusia dapat melakukan apa saja untuk merasa penting baik dengan cara positif ataupun negatif.  Apakah kita telah merasa dibutuhkan oleh organisasi/orang lain/lingkungan ?
4. Connection/Love (Terhubung/cinta). Kebutuhan untuk perasaan terhubung dengan manusia lainnya. Untuk itu manusia akan mencari cara agar dia merasa dikasihi dan diterima serta menjadi bagian dari orang lain. Apakah kita memiliki peluang yang cukup dalam berinteraksi di lingkungan sosial ?
5. Grow (Pertumbuhan). Salah satu kebutuhan manusia yang penting adalah pertumbuhan. Tanpa pertumbuhan, hidup tidak layak dijalani dan kita merasa mati.  Apakah kita telah merasa adanya  pertumbuhan sesuai bakat dan minat yang dimiliki?
6. Contribution (berkontribusi).   Setiap manusia perlu merasa berguna bagi orang lain. Ini memenuhi kebutuhan spiritual bahwa kita bisa memberikan kasih kepada orang lain dan berguna bagi orang lain. 

Jika kita jujur untuk merenungkan, mengevaluasi, mengintrospeksi dan berkontemplasi tentang integritas, mungkin masih banyak diantara kita masih perlu mengembangkan integritas.  Permasalahannya  bagaimana kita dapat mengembangkan integritas ?  Apakah dapat melalui inspirasi dan memotivasi diri ?   Kita sendiri yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan integritas diri kita. Hal ini antara lain dapat ditandai dengan dapat memenangkan peperangan/konflik yang ada dalam dirinya.  Kita perlu waspada dalam memilih dan memilah konsumsi bagi mata dan telinganya. Artinya perlu selektif terhadap apa yang dilihat, dibaca dan ditonton, juga selektif dalam mendengar, karena semua ini dapat menstimulasi NIAT. Kita perlu menjaga niatnya, karena akan menjadikan pikiran.  Apa yang menjadi pikiran tersebut akan diwujudkan dalam ucapan, selanjut akan ditampilkan dalam prilaku, dan menjadikannya kebiasaan, serta pada akhirnya akan menjadikan karakter…..integritas…..jati diri kita 

PENUTUP
Setiap individu perlu memiliki integritas agar dapat menampilkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan tatanan aturan dan hukum yang berlaku.  Tanpa integritas, umumnya kecenderungan individu berupaya untuk berada pada comfort zone (zona nyaman) dan mempertahankannya dengan segala macam cara.  Mereka tidak siap menghadapi  tantangan dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terus terjadi.  Setiap pribadi harus memiliki kebanggaan diri.  Jika kita hanya bangga kepada kemampuan intelektual, kita baru menjadi ilmuwan,  jika kita hanya bangga kepada kemampuan kebugaran jasmani, kita baru menjadi olah ragawan, Jika kita hanya bangga kepada kemampuan spiritual, kita baru menjadi agamawan.  Namun jika kebanggaan kita karena memiliki semua kemampuan tersebut, maka baru kita dapat dikatan memiliki integritas.  Semoga upaya pengembangan integritas menjadi prioritas, dan pada akhirnya setiap diri pribadi anak bangsa ini dengan lantang dan ikhlas dapat mengatakan “Saya bangga menjadi orang Indonesia”






Read more >>

Kamis, 23 Februari 2012

Integrity Quote

I decided long ago, never to walk in anyone's shadows
If I Fail .....if I succeed....at least i'll live as i believe
No matter what they take from me....they can't take away my dignity.....
.......semangat integritas yang dimanifestasikan dalam lagu ini......
Read more >>

Selasa, 21 Februari 2012

Pemahaman Integritas

PEMAHAMAN INTEGRITAS
Dari sisi pandang psikologi jati diri merupakan integritas, yaitu adanya konsistensi antara prilaku dengan nilai-nilai dan prinsip yang dianut oleh seseorang. Integritas merupakan hal yang sangat mendasar dan sebagai fundamen, tampak seperti ungkapan berikut ini :
Tanpa integritas, motivasi menjadi berbahaya;
Tanpa motivasi,  kapasitas menjadi tak berdaya;
Tanpa kapasitas, pemahaman menjadi terbatas;
Tanpa pemahaman, pengetahuan tidak artinya;
Tanpa pengetahuan, pengalaman menjadi tidak bermakna”.
Dari ungkapan tersebut jelas bahwa motivasi, kapasitas, pemahaman, pengetahuan, dan pengalaman yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas, namun tetap harus dilandasi oleh integritas atau jati diri yang kuat.  Pertanyaannya bagaimana dengan integritas Anak Bangsa Negeri ini ?
1. Fondasi Dasar.  Integritas dapat ditampilkan bila terdapat moral compass (sekumpulan nilai dan prinsip yang dianut) dan  inner drives yang merupakan dorongan untuk hidup sesuai dengan nilai dan prinsip tersebut. Keseimbangan dua aspek ini perlu terjaga, karena jika inner drives yang lebih besar seringkali membuat seseorang bertindak egois dan tidak sesuai dengan integritasnya.  Bagi setiap individu, nilai-nilai, prinsip-prinsip, aturan-aturan dan doktrin lainnya yang diperolehnya melalui interaksi dengan lingkungan merupakan moral compass.  Integritas meliputi semua semua hal tersebut yang mengatur bagaimana seharusnya seorang individu bersikap dan bertindak secara dengan ketentuan yang berlaku.
2. Keaslian.  Integritas juga dipandang sebagai suatu keaslian. Seseorang yang bertindak asli seperti apa dirinya yang sebenarnya. Bukan tingkah laku dibuat-buat yang  tidak mencerminkan jati dirinya. Menjadi diri sendiri dan bangga dengan kemampuan serta menerima kekurangannya telah bersatu dalam suatu bentuk integritas.  Jika seseorang mau memiliki Integritas, maka ia terlebih dahulu harus memenuhi kebutuhan akan harga dirinya. Bukan menggunakan persepsi orang lain dan mengelabuinya agar merasa diri berharga karena ingin dinilai berhasil, namun dirinya sendirilah yang menjadi  hakim yang menentukannya. Bagaimana agar seseorang bisa menjadi lebih baik dan menemukan integritasnya? Hal  pertama yang harus dilakukannya adalah menyadari dan menerima kekurangannya serta menyatakannya dengan “lantang”.  Setiap individu harus mampu melawan rasa malunya. Kejujuran di awal ini akan membuatnya lebih bisa dan terbiasa untuk jujur selanjutnya, sehingga kata-katanya akan senantiasa sesuai dengan tindakannya (satu kata dengan perbuatan).
3. Fungsi Integritas  Pertanyaan berikutnya adalah apa fungsi integritas? Terdapat dua kategori fungsi integritas, seperti  Cognitive Function of Integrity (CFI), yang meliputi  moral Intelligence (kecerdasan moral) dan self-knowledge (pengetahuan mengenai apa yang benar dan apa yang salah).  Seorang individu yang memiliki CFI baik akan dapat mengintrospeksi dirinya. Tanpa pengenalan diri yang baik, tentunya akan sulit untuk menilai diri sendiri.   Selain CFI  juga terdapat fungsi yang lain, yaitu Affective Function (AF). Dalam AF terdapat dua kategori, yaitu Conscience dan Self Regard. Consicence dapat diartikan sebagai hati nurani yang berfungsi sebagai “hakim” apabila seseorang melakukan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan perilaku integritas. Conscience tidak hanya berfungsi sebagai hakim yang menghakimi perilaku yang telah terjadi, namun juga pada perilaku-perilaku yang belum dilakukan.   Sedangkan Self-Regard adalah perasaan positif tentang apa yang dimiliki dan tidak dimiliki.  Seseorang yang merasa dirinya negatif akan melebih-lebihkan dirinya sendiri atau membuat banyak alasan agar dianggap tetap wajar, meskipun sebenarnya tidak menyelesaikan kewajibannya.
4. Kompetensi Integritas.   Berikut tentang kompetensi yang dapat membentuk Integritas individu sebagai berikut :
a.                 Motivasi diri.  Suatu dorongan dari dalam diri dan energi untuk menetapkan suatu tujuan serta bekerja keras untuk mencapainya, dalam rangka memenuhi komitmen dan untuk memelihara atau bahkan melebihi standar kinerja (melebihi dari panggilan tugasnya).
b.                 Keberanian dan ketegasan moral.  Keberanian untuk bertindak dan membela apa diyakininya dan untuk menunjukkan prinsip serta nilai-nilai dirinya kepada lingkungan sosialnya, termasuk keberanian merefleksikan dirinya untuk menerima umpan balik.
c.                 Kejujuran.  Kejujuran pada diri sendiri maupun terhadap orang lain mengenai niat  dan kapasitas yang dimilikinya, misalnya dengan mengatakan apa yang sebenarnya, dimanifestasikan secara transaparan melalui komunikasi terbuka dan berbagi informasi secara proaktif.
d.                 Konsistensi.  Konsisten dalam mengaplikasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam kehidupannya di semua situasi, baik pada kehidupan pekerjaan maupun  pribadi.
e.                 Komitmen.  Ketekunan untuk mencapai apa yang telah menjadi komitmen untuk dilaksanakan sebagai tugas, tanggung jawab dan kewajibannya. Apakah itu bersifat publik (berkomitmen kepada orang lain/organisasi) atau komitmen pribadi (berkomitmen untuk diri sendiri), meskipun menghadapi keadaan sulit dan menantang.
f. Ketekunan.  Diekspresikan dalam bentuk sikap rajin bekerja dan ketekunan dalam berupaya yang telah merupakan karakternya.
g.                 Disiplin diri.  Disiplin untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip serta untuk mencapai apa yang telah ditetapkan untuk dilakukan.  Disiplin berfungsi sebagai kendali batas-batas moral seseorang, dalam aturan  dan prinsip-prinsip yang telah disepakati, serta berkomitmen kepada diri sendirinya maupun orang lain.
h.                 Tanggung jawab.  Menerima tanggung jawab untuk suatu tujuan dan aspirasi sesuai  kekuatan dan keterbatasan yang dimilikinya, dan merupakan pilihan yang memiliki konsekuesnsi terhadap suatu sanksi tertentu.
i. Kepercayaan.  Ditampilkan dalam bentuk reputasi untuk memegang teguh janji, komitmen dan tanggung jawab, sehingga orang lain dapat mempercayainya sebagai seorang prahurit yang melakukan apa yang dikatakannya.
j. Keadilan.  Keadilan, pemerataan dan tidak ada bias dalam pengambilan keputusan, terutama dalam pengambilan keputusan yang melibatkan dan berdampak pada orang lain.
Apakah setiap Anak Bangsa Negeri ini telah memiliki kompetensi integritas tersebut ? Kompetensi tersebut harus senantiasa tercermin dalam sikap dan prilaku mereka sehari-hari.  Jika TIDAK, tentunya perlu ekstra dan upaya terpadu dalam mengembangkan integritas mereka……….bersambung ke PENGEMBANGAN INTEGRITAS



Read more >>

Rabu, 08 Februari 2012

Integritas Anak Bangsa

Perkembangan di lingkungan global, regional dan nasional sedemikian pesat berdampak pada perubahan nilai-nilai. Selain dampak positif banyak pula yang bersifat negatif yang tidak sesuai dengan budaya dan kepribadian bangsa Indonesia.   Kebebasan yang berlebihan dan kebablasan sangat merugikan banyak orang Nilai hedonisme yang memberikan ukuran uang kepada semua hal. Pada saat ini lebih  banyak orang yang mementingkan diri sendiri dibandingkan dengan kepentingan umum yang lebih besar. Korupsi, suap menyuap, sampai bisnis yang ilegal bahkan dilakukan oleh pejabat yang tinggi.  Belum lagi permasalahan narkoba, seorang pilot yang akan terbang mengkonsumsi narkoba. Singkatnya pada saat ini terjadi peningkatan sifat egoisme yang sangat tinggi pada banyak orang, yaitu kepentingan diri melebihi kepentingan apapun.  Lebih parah lagi sikap acuh tak acuh terhadap lingkungan, sehingga banyak terjadi “pembiaran”.  Situasi dan kondisi ini tentunya juga dapat berpengaruh kepada kehidupan keluarga kita, dan tentunya hal ini tidak boleh dibiarkan terjadi dan diperlukan upaya terpadu untuk meningkatkan ketahanan diri yang kuat agar tidak hanyut pada nilai-nilai yang pada akhirnya akan menyesatkan.
Kondisi psikologi yang prima, termasuk jati diri (baca: integritas) akan mendukung tertanam dan berkembangnya nilai-nilai luhur pada setiap diri anak bangsa.   Permasalahan integritas anak bangsa pada hakekatnya bukan menjadi beban tanggung jawab satu lembaga tertentu, katakanlah Pemerintah. Namun kita semua memiliki keterkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan memiliki tanggung jawab moral demi kelangsungan dan perkembangan bangsa Indonesia yang kita cintai ini.  Untuk itu diperlukan menciptakan situasi dan kondisi dengan memperhatikan keseimbangan.........ini sekedar pengantar bagi pembahasan tentang integritas, bahkan terpikir pula untuk membuat alat ukur yang valid dan obyektif ........bersambung ke Pemahaman Integritas...
Read more >>

Jumat, 03 Februari 2012

Inspirasi dari Prajurit AD

Diundang Timo S untuk memberikan pencerahan psikologi olah raga untuk pelatih PSSI usia muda di Pusdik Arhanud....dan sy tertarik dari dengan gambar ini sekaligus untuk mempublikasikannya
Read more >>

Kamis, 02 Februari 2012

quote character


When wealth is lost, nothing is lost
When health is lost, something is lost
When character is lost, everything is lost
Read more >>

Rabu, 01 Februari 2012

HASRAT UNTUK BERUBAH







Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal,
Aku bermimpi ingin mengubah dunia
Seiring dengan bertambahnya usia kearifan
Kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah
Maka cita-cita itupun agak kupersempit
Lalu kuputuskan untuk hanya mengubah Negriku
Namun tampaknya, hasrat itupun tidak berhasil
Ketika usiapun semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa
Kuputuskan utk mengubah keluargaku, orang2 yang paling dekat denganku
Tetapi celakanya merekapun tidak mau diubah
Dan kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang tiba-tiba kusadari
Andaikan saja yang pertama-tama kuubah adalah diriku
Maka dengan menjadikan diriku sebagai teladan
Mungkin bisa aku mengubah keluargaku
Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka
Bisa jadi akupun mampu memperbaiki negeriku
Kemudian siapa tahu aku bisa mengubah dunia

(Bishop Anglican, 1100 SM, dituliskan oleh Westminster Abbey)



Read more >>

quote psi


IF YOU DIG VERY DEEPLY INTO
ANY PROBLEM, YOU WILL GET TO PEOPLES
Read more >>

Performance Appraisal System


Conceptual Framework Of
Performance Appraisal System
In The Military Setting

Overview
Every soldier as a human resource is the primary capital in the military organization, which requires special handling and attention. Therefore, he could be developed based on his potentials to the optimum. The step towards development follows the phases to acquire a portrait of each soldiers condition. By acknowledging a soldier’s condition, we can predict every opportunity and problem he may be facing so that needed intervention could be designed.  The portrait of a soldier’s condition could be observed by using longitudinal approach or cross sectional approach, or combining both of them. This essay will elaborate the measurements with performance appraisal method towards army officers that are preferably into longitudinal approach. Now, why army officers? The answer is because army officers are the central actors who make the most significant influence in becoming a role model for their soldiers which can bring a new character into the organization.

The rapid development in science and technology must be responded by making adjustments in order to grow and survive. The impact of that development may be very dominant and may not always be positive. Negative impact could change a soldier’s behavior to become negative as well. Thus, there must be a concept to be formulated in the personnel supervision system. But practically, not every organization is ready to deal with adjustments, especially military organizations which are naturally conservative and repellent to changes. Efforts to change culture in one organization, especially in the millitary environment would bump into many resistancies. More over when the adjustments could not present an immediate result and could only be acquired after a long period of time.
The Human Resource and Development department (HR&D) takes a huge responsibility and direct involvement in fostering and managing soldiers, consequently the HR&D needs to develop their army officers to become great officers, not just officers who want to be seen good. A great officer would be able to expand all his potential and competency hence he is capable to show his effort up to his peak performance, including sharing his wisdom to set an example for his subordinates. Performance Appraisal (PA) Implementation that is constructed sophisticatedly may become one of the best alternative to measure and place an officer in the most fitting position and develop his performance. 
This essay is written as an academic document in order to stimulate discussions and also as an effort to develop the PA procedure in the military circles.
Criteria of Success (Pendit 2007)
Ideally there are four aspects that an army officer must possess to show an optimal performance (peak performance) that will support his success in accomplishing his duties and responsibilities, which are :
1.          Behavioral competence. The ability that he has, based on his duty.
2.          Personal Attribute. A characteristic based on his criteria or profile or his position.
3.          Capability in knowledge and technical skills needed and required for his position.
4.          Experience. Everything that he has done and supports his present duties and responsibilities.
But theoretically, to assess each and every abovementioned aspect, different types of tools are needed, such as :
1.  Behavioral competence. It could be achieved by using Assessment, Multirated Survey, 360ยบ Feedback, Evaluation by Superiors, and Self Assessment Method.
2.       Personal Attribute. By using Personality Test/Inventory.
3.   Capability in knowledge and technical skills. By using Technical/Job Test, Education, Certification, and Aptitude Test.
4.   Experience throughout his duties. This could be assessed by using Track Record and Career Highlight.
The PA that is constructed sophisticatedly could measure directly or indirectly three of the four aspects above, except number 2.
Assessment by Behavior 
A good PA construction is based on behavior hence it demonstrates an assessment criteria which attaches directly with the attitude that is shown in accomplishing duties in a certain position. One logical consequence in using this method is the must of having an organizational structure that defines clear and specific job descriptions and profiles.   Every dimension of every behavior assessed in every position must be elaborated from the job descriptions in the organization so this method of assessment would be objective when evaluating an officer. Using this method would require a length of time to evaluate behavioral dimension in different positions and is also highly costly. Nevertheless, when you realize the outcome and benefit, either for the officer or the organization which will be assessed over a long period of time, this method is definitely advantageous.  
PA Implementation through 180° evaluation and 360° development.
It is common if someone would feel uncomfortable when being assessed but basically it is a necessity in self development. Thus, PA implementation in the military would require techniques that are constructed well and could comfortably   be accepted by officers that are being assessed. In many organizations, the implementation of PA are mostly one way and usually contains high subjectivity that it becomes unfair. This occurs because the mechanism of the assessment is monotous and one-sided, which is only from his superior (single-source feedback).  In order to gain accurate information, other sources are needed to be involved in the assessment. However, we should be cautious when it comes to an junior assessing his superior, especially when applied in the military. Through the 180° evaluation and 360° development approach, the evaluation would be conducted by one’s direct superior and colleagues, while the evaluation from one’s subordinate is to complete the effort of an officer’s self development.  It should be realized that besides a comprehensive data and information, there are also factors that could only be evaluated from a certain angle. Why should it be 180° and 360° Even though it would be a little more complicated, the 180° evaluation and 360° development approach will provide a complete portrait of an officer’s performance as a whole including his effort towards self development. Through the 180° evaluation approach, the assessment from superior and colleagues are given as a comparison so that the data acquired would become more comprehensive. Whereas the 360° development approach (multi-source feedback) is a way of self development by means of the data acquired from one’s superiors, colleagues and juniors.
Direct superior. Having the biggest opportunity to recognize their junior officers in executing tasks and duties, they also could be able to observe the linkage between work and what aim to achieve, and also be able to give reward and punishment based on their junior officer’s performance.
Colleagues. In their positions, they could give different perspectives about performance than what a direct superior may give. It is generally because they could observe the actual performance that a direct superior may not notice.
Juniors. As junior officers, they could experience directly how their superior delegates duties, how he communicates, and what type of leadership that he demonstrates (to identify one’s leadership style, ask his subordinates). How a superior officer could plan and manage his duties. A junior officer’s positive observation may generate a relationship filled with trust and honesty. By this method  it is expected that officers do not have to feel “humiliated” because the aim to achieve in the PA, is not only for the sake of assessment (past and present oriented) but also as an effort towards development (future oriented).
To complete these three points of view, the last thing to do is Self Assessment, especially when the assessment is combined with a set of goal to reduce the tendency  of self defense in the assessment interview. On the other hand, through this method, officers could learn how to play fair and objective along with maturity and honesty in assessing themselves. By using the 180° evaluation and 360° development approach, it will fulfill the management’s requirements to attain an accurate and thorough data of the officer’s PA. And it will generate confidence to the management to use the data as a consideration in making decisions in placement, promotion or development.
The basic mistake in perception and assessment needs to be understood by every personnel who are involved in the PA implementation process. Some errors that often occur in an assessment are :
1)   A constant/distrtibuted error, such as being too soft/flexible  (leniency errors), being too hard/inflexible (strictness/severity errors) and the tendency of being in the middle (central tendency).  
2)   The dominant factor effect such as the Halo effect, first impression effect, last behavior effect, the old assessment  result effect.
3)   The egocentric error such as a contrast error, similarity error, which is the tendency to assess others with the same standards as they would assess themselves. People who have the same character, interests and likings tend to be assessed highly. The order error usually appears when a couple of personnels are compared against each other but not compared against an essential objective standard.
By using the 180° evaluation and 360° development approach which are supported by a measuring system constructed to assess a performance validly and objectively based on behavioral competence, the assessor would be able to produce a thorough assessment. Subsequently, a direct superior will be confident to give counseling to his junior officers concerning their strengths and weaknesses, and also efforts that could be done for their development. 
IT usage. 
The usage of Information Technology (IT) in the PA Implementation is a must. Every data of officer’s honor and evaluation must be compiled accumulatively to be analyzed in depth and it could become useful for his service span and life time development. In the contrary, there are not  any software applications customized by means of the 180° evaluation and 360° development approach. And also with a multiple-source feedback effect, it would be impractical and feeble in its confidentiality.
Other advantages in using IT is that every officer would be able to access it through the internet to receive assessments about himself. He could also receive tips and critiques for his development such as information about books that he must read, courses and trainings that are necessary to take, and suggestions of things that he must do.
Closing. 
PA Implementation in the military is very much needed in order to support one’s professionalism which are expertise, sense of duty, and corporateness.  By using the success methodology, PA consists three of the four aspects that are required to be supported by a psychometrical approach. Therefore, there will be accurate and thorough datas to be used in placements, transfers, promotions, selections, and effective self developments.

Reference
1.    Derven, M.G. (1990). “Assessment. The Paradox of Performance Appraisals”. Personnel Journal.February.
2.     Endro Tjahjono Ardisutopo, Konsepsi Dapen Perwira TNI AD yang berbasis perilaku dan berorientasi total feedback dalam rangka menghadapi tugas di masa mendatang yang menuntut kompetensi dan akuntabilitas kinerja, 2010.
3.         Hart, G. & Lind, W.S. (1986). America can win: The case for military reform. Bethesda, MD: Adler & Adler.
4.          Hidayat, Eri. R. (2005). A case study of the use of a competency framework in the Australian Army for performance management and development. Tesis Master of Human Resources Management and Coaching (Psychology), University of Sydney, Australia.
5.   McClelland, D.C. (1973). Testing for competence rather than for intelligence. American Psychologist, 28(1)
6.          Murray, W. (1999). Does military culture matter? Orbis, Winter 1999

Read more >>