Rabu, 18 Januari 2012

Waspada "Serangan" 6 F


WASPADA “SERANGAN”  6 F

Prilaku adalah hasil interaksi Pribadi dengan Lingkungan. Kita (bangsa Indonesia) sangat terkenal sebagai pribadi yang rendah hati, ramah, suka menolong dan banyak sifat-sifat baik dan terpuji lainnya.  Namun belakangan, saya merasakan, pribadi yang molek itu sudah makin sulit didapat. Coba perhatikan bagaimana prilaku kita saat berkendaraan, saat berbeda pendapat, saat tidak berhasil mendapatkan yang kita inginkan. Lihat pula, betapa mudahnya kita ‘terbakar’ dan melakukan tindakan yang anarkis (berbau kekerasan). Baik sebagai individu maupun kelompok.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi pada pribadi kita? Seberapa jauh lingkungan menggeser prilaku kita? Dan apa yang sudah mempengaruhi lingkungan kita?
ADA keterkaitan yang kuat dan tak terpisahkan antara lingkungan, prilaku dan kepribadian seseorang, suatu kelompok atau satu bangsa. Dan salah satu faktor yang membangun dan bahkan bisa memperkuat keterkaitan itu adalah gaya hidup.
Gaya hidup kita dipengaruhi antara lain oleh 6 F. Apa saja 6 F itu, inilah rinciannya:

F 1 – FOOD.
Wisata kuliner makin berkembang, khususnya di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Jogya, Surabaya dan kota-kota besar lainnya. Seiring dengan itu, makanan ala ’barat’ dan outlet-outletnya pun menjamur. Dan masyarakat kita, baik tua, muda maupun anak-anak makin banyak yang menggemari fast food. Jenis makanan yang di negara asalnya dikenal dengan sebutan junk food (baca: makanan sampah).   Sampah koq digemari ya?
Waspada:
Semua jenis junk food tidak mengandung zat gizi apa pun. Dengan kata lain, tidak sehat dan tidak akan menyehatkan. Lagi pula, kalau bukan kita sendiri, lantas siapa yang akan menyukai makanan negeri sendiri?

F 2 – FASHION
Baju tradisional sudah banyak ditinggalkan. Bahkan anak dan remaja kita juga sudah banyak yang tidak mengenali lagi pakaian-pakaian khas daerah.  Dengan alasan tren mode, simple dan praktis, kita pun menjadi pengikut tren mode Barat. Banyak di antara kita yang sudah tidak peduli lagi, apakah mode itu masih sesuai dengan kaidah-kaidah agama atau tidak. Yang penting, trendy, itu kata banyak orang.
Waspada
Menjauhi busana tradisional sama dengan menyebar emosi negatif terhadap produk dalam negeri dan budaya sendiri.

F 3 – FUN. 
Sesuatu yang bersifat lucu atau hiburan bersumber pada kreativitas yang merupakan hal yang tidak biasa. Apa sebenarnya yang ditawarkan? Dalam lawak yang berkembang sering kita melihat pria yang meniru gaya kewanitaan, dari perlaku maupun kostum yang digunakan.  Bahkan dalam persepsi tertentu sudah ada yang bernuansa pelecehan.  Belum lagi kelakar yang disampaikan terkadang sangat furgar, dan kita menjadi tertawa saat menyaksikannya (baca : menyetujui).
Waspada, kita memulai pembelajaran dari meniru, sehingga panutan dan keteladanan sangat diperlukan. Jika panutan dan keteladanan yang tidak baik, maka hasil tersebut juga yang menjadi nilai diri kita.

F 4 – FILM. 
Kalimat yang sering saya ucapkan saat memberikan pelatihan adalah “hampir pada setiap film Amerika kita melihat bendera Amerika, sementara itu hampir pada setiap Film lokal kita senantiasa melihat pocong, hantu, kuntianak dkk”. Pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan? Belum lagi tontonan yang mengarah pada seksualitas dan agresifitas.  Alasan pembenaran yang sering kita dengan adalah mengikuti “tuntutan skenario” ataupun keinginan pasar.
Waspada, film maupun tontonan di telivisi juga dapat meng”hipnotis” kita untuk selalu menonton, dan sekaligus menyerap nilai-nilai yang disampaikan dan memasukannya ke alam bawah sadar kita sekaligus mempengaruhi emosi kita.


F 5 -  FANTASI. 
Dunia fantasipun sudah lama ada di negeri ini.  Setiap warga masyarakat akan merasa “tertinggal” kalau belum pernah mencoba segala macam permainan yang ditawarkan dengan harga yang tidak murah.  Pada dasarnya manusia tidak akan pernah puas dengan hal yang bersifat seperti ini, sehingga kreativitas mengembangkan tantangan barupun dibuat. Pada tempat lain tawaran fantasi dengan permainan keberuntungan (gambling)  yang dapat memperoleh hadiah menggiurkan.  Kita diajak berfantasi untuk secara instan menjadi kaya.
Waspada, kita dapat menjadi hanyut dalam nilai-nilai hedonisme, dan ingin dapat memperoleh keuntungan dengan cara-cara instan.

F 6 -  FILOSOFI. 
5 F terdahulu secara bertahap dan berlanjut, lambat tetapi pasti mulai menggrogoti nilai-nilai dan jati diri anak bangsa.  Akhir-akhir ini mulai banyak sekali pembahasan tentang Pancasila. Upaya tersebut tentunya perlu diarahkan kepada penyebab utamanya yang sehari-hari selama bertahun-tahun menanamkan doktrin yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Waspada,  jika nilai-nilai dan jati diri anak bangsa sudah keropos tentunya tinggal menunggu kehancurannya saja.

Mungkin masih banyak F lainnya, meskipun demikian dengan 6 F tersebut saja sudah membuat bulu kuduk ini menjadi berdiri, karena jelas-jelas memberikan nilai yang dapat merubah sikap dan prilaku kearah hal-hal yang bersifat negatif.  Gejala yang kita lihat sekarang dan dahulu nyaris tidak ada. Apa yang terjadi dengan anak bangsa Negeri ini?
Saya masih meyakini bahwa pada dasarnya banyak masyarakat Indonesia yang memiliki pribadi yang baik, namun lingkungan sangat dominan memberikan nuansa yang lain berupa pengisian emosi negatif yang merubah perilakunya. Hal-hal seperti, gibahtaimant, gosiptaiment, dan fitnahtaiment yang ditayangkan secara luas dengan intensitas tinggi menjadi konsumsi sehari-hari yang difavoritkan. Jelas hal ini akan mengotori emosi orang yang mengkonsumsinya.
Nah kalau sudah begini bagaimana kita harus melangkah? Jawabannya adalah FILTER….   Konon Socrates seorang filosof bijak jaman Yunani Kuno pernah didatangi oleh temannya yang ingin menceritakan tentang teman lainnya, namun beliau mem-FILTER dahulu dengan tiga pertanyaan :
1.         Apakah cerita itu mengandung nilai-nilai kebaikan ?
2.         Apakah cerita itu mengandung nilai-nilai Kebenaran?
3.         Apakah cerita itu mengandung nilai-nilai kegunaan ?
Karena jawaban temannya meragukan bahkan cenderung “TIDAK”, maka Socrates tidak mau mendengarkan cerita tersebut, dan ia sudah terselamatkan dari satu cerita yang dapat “mengotori” emosinya. 
Oleh karena itu, perlu filter dalam memberikan konsumsi kepada mata (visual) maupun telinga (auditif) kita untuk melihat dan medengar hal-hal yang bersifat positif. Apa yang menjadi konsumsi mata dan telinga akan berpengaruh langsung pada hati dan pikiran kita dan selanjutnya akan merubah perilaku. Semuanya menjadi pilihan kita sendiri, seperti kata orang bijak “life is like piano…what you get out of it depends on how you play it”.    Akhirnya semua ini tergantung pada diri kita pribadi dalam menentukan sikap dalam menghadapi dan bergaul dengan lingkungan. 

1 komentar:

  1. SubhanAllah semoga keluarga kita selalu dalam lindungan Allah SWT dan Pancasila tetap menjadi Ideologi satu-satunya di Bumi NKRI ini,...

    BalasHapus