Meskipun saya sangat meyakini perlunya
keseimbangan yang harmoni antara aspek kepribadian, akademik, dan jasmani untuk mencapai suatu kondisi ideal kepribadian
(integritas), namun pada kesempatan ini pebahasan akan lebih dititik beratkan
pada bidang jasmani melalui pendekatan psikologi olah raga.
Penerapan psikologi
dalam bidang olahraga ini ditujukan untuk membantu agar bakat olahraga yang ada
dalam diri seseorang dapat dikembangkan seoptimal mungkin dan mengurangi adanya
kendala yang ada dalam kepribadiannya.
Sebelum membahas
lebih tentang sejaumana hubungan olah raga dengan pengembangan karakter, ada
baiknya sekilas kita mempelajari sejarah tentang duania olah raga, khususnya
sejarah Olimpiade Kuno (1300 – 776
Sebelum Masehi).
Pada mulanya
olimpiade adalah bagian dari ritual keagamaan bangsa Yunani (Greece) dan
koloninya untuk menyembah dan memuja dewa Zeus. Setelah dilakukan ritual keagamaan di sebuah kuil di bukit Kronus dikota Olimpia, selanjutnya
dilakukan sebuah festival/lomba
olahraga yang diikuti oleh ratusan atlit bangsa Yunani yang dimaksudkan
sebagai penghargaan dan rasa syukur bagi dewa Zeus.
OLahraga
yang diperlombakan pada awalnya adalah berkuda, tinju dan pentathlon yang terdiri
dari lompat jauh,lempar lembing,lempar cakram, lari dan gulat. Pada saat itu para atlit melakukan lomba
dengan bertelanjang bulat. Lomba
diadakan setiap 4 tahun sekali di stadion berkapasitas 40.000 dan berlangsung
selama 5 hari.
Peserta dan penonton yang diijinkan
berpartisipasi hanyalah kaum pria. Selama masa perlombaan berlangsung semua
aktifitas peperangan dan sikap sikap permusuhan dihentikan dan dilarang. Pemenang lomba diberikan mahkota yang
terbuat dari daun Zaitun dan diberikan gelar pahlawan. Begitu dihormatinya para
pemenang, sehingga sebuah peperangan akan berhenti bila “sang pemenang”
melintas medan pertempuran.
Pada 393 Setelah Masehi Lomba di Olimpia dihentikan oleh kerajaan kristen
yang berkuasa pada saat itu yaitu Theodore I. Pada 426 Setelah Masehi Raja Theodore II menghancurkan kota
Olimpia. Selain itu kota Olimpia
hancur & hilang akibat bencana alam.
Sejarah Olimpiade Modern ,
Olympimsm & Gerakan Olympiade.
Sejarah Olimpiade Abad 19 kembali pada tahun 1852, ketika arkeolog
Jerman Ernst Curtius yang bekerja di reruntuhan Olympia menemukan kembali peninggalan kebudayaan kota Olimpia.
Idenya untuk menghidupkan kembali olimpiade diterima oleh Baron Pierre De Coubertin, seorang bangsawan prancis. Dengan motto "The important thing is not to
win, but to participate" pada tanggal 23 Juni 1884, ia memberikan
gagasan untuk membangkitkan kembali Semangat Lomba Olimpia (Olympism) yang
dipadukan dengan penyelenggaraan
pertandingan olah raga tingkat internasional (olympic games) yang kemudian dikenal dengan gerakan olimpiade (olympic movement). Ide dasarnya adalah menciptakan kehidupan yang damai di dunia melalui kegiatan olah raga
antar bangsa.
Olimpiade modern yang pertama diadakan di kota Athena pada
tahun 1896 mengajak negara-negara di dunia untuk bersama menghidupkan kembali
nilai & kegiatan Olimpiade sebagai solusi mengatasi
krisis sosial, politik akibat dari konflik dan permasalahan di berbagai &
antar Negara. Kegiatan Olimpiade
diharapkan dapat memberikan inspirasi dan semangat persaudaraan dalam upaya
membangun resolusi perdamaian untuk mengatasi kekacauan yang terjadi di seluruh
dunia. Untuk maksud tersebut dan
agar pelaksanaan aktifitas pergerakan olimpiade berjalan secara terpadu dan
berkesinambungan di seluruh dunia maka ditetapkan piagam olimpiade
(Olympic Charter). Olympic Charter adalah prinsip-prinsip dasar,
peraturan-peraturan dan anggaran rumah tangga yang telah tersusun secara
sistematik yang dipakai sebagai pedoman oleh IOC.
Pokok Pokok Pikiran Gerakan Olimpiade adalah untuk :
o Mempromosikan
dan menyebar luaskan olahraga dan
nilai filosofisnya (olympism) sebagai dasar pembentukan fisik dan pengembangan
moral manusia.
o Mendidik generasi muda
melalui olahraga dalam semangat
saling pengertian dan persaudaraan
yang lebih baik diantara mereka, sehingga memungkinkan terbentuknya dunia yang lebih damai dan
lebih baik.
o Menyebar luaskan
prinsip-prinsip Olimpiade keseluruh dunia, sehingga membentuk semangat
internasional.
o Mempertemukan atlet dunia
dalam suatu festival olahraga empat tahunan, yaitu pertandingan olimpiade (Olympic
Games).
Olympism Sebagai Pokok Pikiran
o Olympism adalah dasar
fundamental dan filosofi kehidupan yang mencerminkan dan
mengkombinasikan keseimbangan antara jasmani (badan yang sehat) dan
rohani (kemauan, moral
dan kecerdasan) serta mengharmonikan antara kehidupan keolahragaan, kebudayaan
dan pendidikan, sehingga dengan demikian dapat diciptakan keselarasan kehidupan
yang didasarkan pada kebahagiaan dan usaha yang mulia, nilai nilai pendidikan
yang baik dan penghargaan pada prinsip-prinsip etika.
o Tujuan
Olympism adalah menempatkan
olahraga dimana saja sebagai wahana
pembentukan manusia secara utuh yang harmonis dalam usaha membangun suatu masyarakat yang damai dengan saling menghormati.
Untuk kepentingan ini gerakan olahraga berusaha secara sendiri-sendiri ataupun
bekerjasama dengan organisasi yang terkait menciptakan kegiatan-kegiatan dalam usaha membangun
perdamaian yang abadi.
Paradigma Gerakan Olympiade
o Prestasi olahraga bukan yang utama bagi atlet dalam suatu kompetisi, melainkan hasil dari proses
keseluruhannya, yaitu terbangunnya
kemuliaan diri yang merupakan kombinasi & keseimbangan antara
kualitas & keterampilan fisik (skill), sikap/kemauan (attitute),
dan kecerdasan pikiran (knowledge) sebagai prinsip dasar hidup.
o
Nilai-nilai
olympiade (olympism) sebagai filosofi,
mengandung arti tidak ada pembedaan dalam hal; ras, suku, agama,
ideologi & warna kulit, serta merupakan usaha untuk menciptakan perdamaian dunia.
7 (Tujuh) Komponen Standar Dari Sasaran
Pembentukan Moral Dalam Olympism.
1.
Kesempurnaan
Dalam Performansi (Excellence in performance)
2.
Berpartisipasi
Dengan Kegembiraan & Kesenangan (Joy and pleasure in participation)
3.
Kejujuran dalam
berkompetisi (Fairness of play)
4.
Rasa Hormat
Terhadap Sesama (Respect for other nations, cultures, religions, races and
individuals)
5.
Pengembangan
Kualitas Manusia (Human quality development)
6.
Belajar Secara
Bersama & Terpadu (Leadership by sharing, training, working and competing
together )
7.
Kedamaian Antara
Bangsa (Peaceful co-existence between different nations peace).
Penjabaran Nilai-Nilai Gerakan Olimpiade
& Olympism Secara Lebih Luas Dalam kehidupan mencakup :
1.
Visioner (tujuan jangka panjang)
2.
Peacefull (kedamaian)
3.
No
Discrimination (tidak diskriminatif)
4.
Mutual
Understanding (saling memahami)
5.
Friendship
(persahabatan)
6.
Solidarity
(solidaritas)
7.
Fair Play (kejujuran,adil,wajar)
8.
Excellence
(keunggulan)
9.
Fun
(kesenangan)
10. Respect (menghargai)
11. Human Development
(pengembangan diri)
12. Leadership (Kepemimpinan)
13. Motivation (semangat,pantang menyerah)
14. Team Work (kerjasama,sinergi)
Demikian tingginya nilai dalam dunia olah raga senastiasa diikuti pula
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang tersebut. Science
& Technology in Sport atau lebih dikenal
dengan istilah sport science
mempelajari olah raga dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, karena dari
kegiatan sederhana saja, seperti menedang bola banyak aspek yang berpengaruh…”there’s
a lot of Science involved in the simple act of kicking a ball” dapat kita lihat dalam ilustrasi gambar di
samping ini.
Dalam bagan berikut
ini tampak jelas kompleksitas dan keterlibatan dalam berbagai disiplin ilmu
untuk mencapai suatu prestasi puncak seorang atlet. Pada kesempatan ini pembahasan akan difokuskan pada
psikologi olah raga
Psikologi Olah Raga
Psikologi olahraga
pertama kali dikenalkan oleh Norman Triplett pada tahun 1898.
Laboratorium Psikologi Olahraga pertama di dunia didirikan tahun 1920 oleh Carl
Diem di Deutsce Sporthochschule di Berlin, Jerman. Tahun 1925 Coleman Griffith dari
Universitas Illinois mendirikan laboratorium psikologi olahraga di Kawasan
Amerika Utara. Griffith tertarik pada pengaruh faktor-faktor penampilan atletis
seperti waktu reaksi, kesadaran mental, ketegangan dan relaksasi otot serta
kepribadian. Ia menerbitkan dua buah buku di dunia Psikologi Olahraga, yaitu The
Psychology of Coaching (1926)
& The Psychology of Athletes (1928). Pada tahun yang sama, di Eropa
juga berdiri sebuah laboratorium Psikologi Olahraga yang didirikan oleh A.Z
Puni di Institute of Physical Culture in Leningrad. Namun Setelah periode
tersebut psikologi olahraga mengalami kemandegan dan baru pada tahun 1960-an
psikologi olahraga kembali mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan
banyaknya lembaga-lembaga pendidikan membuka konsentrasi pengajaran pada
Psikologi Olahraga. Puncaknya adalah pembentukan International Society of
Sport Psychology (ISSP) oleh para ilmuan dari penjuru Eropa. Kongres
internasional pertama diadakan pada tahun yang sama di Roma, Italia. Di dunia olah raga terkenal suatu
ungkapan sebagai berikut :
At the top level of
the sport, where many athletes have equal physical ability, the difference
between a great and a good performance or between winning and losing is often
related to mental rather than physicsl abilities
Dari ungkapan
tersebut jelaslah berapa penting dan signifikannya kondisi psikologi seorang
atlet dalam mencapai prestasi optimalnya.Terlebih lagi jika kita dalami 7 (tujuh)
Komponen Standar Dari Sasaran
Pembentukan Moral Dalam Olympism,
dan aplikasinya dalam sendi-sendi kehidupan yang sarat dengan nuansa
psikologi. Pendekatan
psikologi dalam olah raga sebagai upaya mencapai prestasi yang maksimal
seyogianya dipahami secara utuh dan menyeluruh melalui pemahaman psikologi
perkembangan, psikologi pendidikan, psikologi klinis, psikologi sosial, dan
psikologi organisasi.
Kembali kepada pokok pembahasan kita “bagaimana berolah raga dapat
mengembangkan karakter seseorang ?”
Diperlukan upaya pendekatan sesuai dengan fase pertumbuhan manusia agar
pelatihan atau olah raga yang dilakukan memiliki dampak pada perkembangan
karakter seseorang. Berikut
fase-fase perkermbangan tersebut dan bagaimana pelatihan dapat dilakukan.
Pada Fase Anak-anak (6-12 Th).
•
Proses latihan
perlu di-skenario-kan sebagai arena
bermain (mendapatkan kesenangan & kebebasan bergerak)
•
Mengembangkan
keterampilan gerak fisik/teknis
(motorik dan kelenturan)
•
Dorongan/motivasi
diarahkan untuk membentuk kemandirian yang prestatif
•
Pengembangan
nilai- nilai sosial dan kerjasama
•
Penanaman nilai -nilai moral (kejujuran,
sportifitas , respek dan saling menghargai)
Pada Fase Remaja (12-16 Th)
•
Proses latihan
sebagai proses membentuk jati diri
•
Mengembangkan
keterampilan teknis dan taktis
•
Dorongan/motivasi
diarahkan untuk membentuk prestasi tertentu
•
Pengembangan daya
juang dan saing dalam berkompetisi
•
Penanaman nilai- nilai profesional seorang
atlit (pengetahuan, keterampilan dan sikap)
Pada Fase Dewasa (16-21 Th)
•
Proses latihan
sebagai proses pemantapan menuju prestasi puncak
•
Mengembangkan
keterampilan teknis, taktis dan strategis
•
Dorongan/motivasi
diarahkan untuk mencapai dan mempertahankan target prestasi tertentu
•
Pemantapan dan
pemeliharaan daya juang dan saing dalam berkompetisi
•
Pemantapan dan pemeliharaan sikap profesional
seorang atlit berprestasi (intelektual, emosional, spriritual dan daya tahan)
Upaya yang dilakukan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut dengan
sasaran kepada keterampilan psikologi (Psychological Skills) yang perlu dimiliki oleh setiap individu
agar dapat memperoleh kerberhasilan dalam kehidupannya. Terdapat 9 keterampilan psikologi yang perlu dimiliki oleh setiap atlet bahkan setiap
individu sebagai berikut:
1.
Attitude / Sikap ……………Atlet yang Sukses :
·
Menyadari
bahwa sikap merupakan pilihan
·
Selalu
bersikap positif
·
Menyadari
bahwa olah raga adalah suatu cara mengalahkan diri sendiri, dan mampu belajar
dari keberhasilan
·
Selalu
mengejar prestasi yang lebih tinggi
·
Menghargai
lawan tanding, para pelatih, da
para official
Pembentukan sikap merupakan hal yang pertama dan utama
bagi setiap individu. Melalui pembentukan sikap inilah kelak seorang individu
akan mengembangkan dirinya. Dengan
mengembangkan niat dan pikiran yang positif seorang atlet akan membentuk sikap
sportifitas yang tinggi, senantiasa termotivasi untuk meraih prestasi maksimal
yang dapat diraihnya. Adanya
masalah, hambatan dan kendala dalam berlatih maupun saat bertanding akan
dihadapi sebagai tantangan yang harus diatasi dan dilalui karena merupakan
suatu proses dalam menapak tangga jenjang prestasi yang lebih tinggi.
Keterampilan psikologi yang mendasar
berikutnya yang perlu dimiliki oleh atlet adalah motivasi. Hal ini juga
tentunya terkait dengan target (goal) dan komitmen untuk meraih sesuatu dalam
jangka waktu tertentu. Dengan
motivasi yang sesuai, seorang atlet dapat menampilkan potensinya secara
optimal. Sebaliknya, tanpa
motivasi yang memadai mereka hanya akan hanyut dalam rutinitas dan tidak
menampilkan suatu peningkatan prestasi yang berarti.
2.
Motivation / Motivasi……Atlet yang Sukses:
•
Menyadari bahwa dia akan memperoleh penghargaan dan
keuntungan dari keterlibatannya dalam Olahraga
•
Mampu bertahan menghadapi kesulitan dan hambatan
•
Dengan berpartisipasi dalam Olahraga maka atlet
akan merasakan manfaatnya
3.
Goals and Commitment /Sasaran dan Komitmen… Atlet yang sukses :
•
Menetapkan tujuan
jangka panjang maupun jangka pendek yang realistis, terukur dan memiliki batas
waktu.
•
Menyadari tingkat
prestasi saat ini dan mampu mengembangkan rencana yang rinci dan spesifik untuk
mencapai sasaran.
•
Memiliki komitmen
tinggi untuk mencapai sasaran dan menjalani pelatihan yang diprogramkan
Sebagai makhluk sosial setiap atlet juga perlu memiliki kecakapan sosial. Meskipun beberapa cabang olah raga
sangat bersifat individual, namun
bukan berarti atlet tersebut tidak memerlukan kecapakan sosial. komunikasi dan relasi dengan lingkungan
sosial, termasuk sesama atlet, dengan pelatih, manager, dan yang lainnya sangat
diperlukan dalam proses pengembangan diri.
4.
People Skill / Kecakapan Sosial….Atlet
yang sukses:
•
Menyadari bahwa ia adalah bagian dari suatu sistem yang besar, dimana
di dalamnya terdapat keluarga, teman, sesama atlit, pelatih, dll.
•
Mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya dan kebutuhan kepada
orang-orang di sekelilingnya sekaligus mendengarkan apa yang menjadi kebutuhan
pikiran dan perasaan orang lain
•
Menangani konflik sesuai dengan situasi yang ada
Keterampilan
psikologi berikut merupakan tingkat lanjutan yang diperlukan dan dapat dilatih
melalui PST (Psychological Skills Training).
5.
Self Talk / Sugesti Diri. Mensugesti diri diperlukan untuk
menumbuhkembangkan keyakinan pada diri sendiri dalam mengatasi segala
permasalahan yang dihadapi.
Melalui suatu kalimat positif yang dilatihkan dan diyakini mampu
memberikan sugesti diri tersebut akan membuahkan hasil yang luar biasa.
Atlet yang sukses:
•
Tetap percaya diri saat menghadapi situasi
yang sulit melalui sugesti diri yang realistis dan positif
•
Berbicara pada diri sendiri seolah-olah
berbicara pada sahabat terbaik
•
Selama pertandingan menggunakan sugesti
diri untuk mengolah perasaan, pikiran dan tingkah laku
6.
Mental Imagery / Imajeri. Ada pendapat bahwa sesuatu peristiwa
tersebut terjadi dua kali, yang pertama ada dalam bayang (imagery) kita,
yang berikutnya adalah dalam realitanya.
Latihan imagery diperlukan atlet dapat menampikan performa sesuai
yang ada dalam bayangannya.
Semakin kuat dan nyata imagery tersebut tercipta semakin dekat realita
akan didapatkan.
Atlet yang sukses:
•
Membayangkan penampilan terbaik sebagai persiapan menjelang pertandingan
•
Menciptakan dan menggunakan Imajeri yang detil, spesifik, dan realistis
•
Menggunakan Imajeri selama pertandingan sekaligus sebagai upaya bangkit
kembali dari penampilan yang buruk
7.
Dealing effectively with Anxiety /Mengelola Kecemasan. Ada kecemasan yang
bersifat negatif yang menghasilkan energi negatif pula, sehingga berdampak
kontra produktif. Mengelola
kecemasan yang ada pada dirinya menjadi energi positif yang mendorong dirinya
untuk menampilkan performa terbaiknya.
Atlet yang sukses:
•
Dapat menerima kecemasan sebagai bagian
dari olahraga
•
Pada tingkat tertentu kecemasan dapat
membantu meningkatkan prestasi
•
Mengetahui cara mengurangi kecemasan yang
berlebihan
8.
Dealing Effectively with Emotions /Mengelola emosi secara efektif. Tanpa bermaksud
mengecilkan aspek pribadi lainnya seperti aspek intelektual, mengelola emosi
sangat dipercaya dapat memberikan dampak yang sangat luar biasa dalam mendukung
keberhasilan seseorang.
Atlet yang sukses:
•
Menyadari sepenuhnya bahwa emosi yang kuat
seperti antusiasme, kemarahan, dan kekecewaan merupakan bagian dari olah raga
kompetisi
•
Mampu menggunakan emosi untuk meningkatkan
dan bukan menjadi hambatan dalam pencapaian prestasi
9.
Concentration /Konsentrasi……Atlet yang sukses:
•
Mengetahui apa yang harus menjadi pusat
perhatian dalam menghadapi kompetisi
•
Menguasai cara memelihara konsentrasi dan
menghalau gangguan, baik yang dari dalam dirinya maupun dari lingkungan
•
Mampu mengembalikan konsentrasi yang hilang
selama bertanding
•
Mampu memusatkan perhatian pada situasi
yang sedang dihadapi (here and now)
Untuk pengembangan karakter
sehingga mampu mencapai kondisi psikologi yang prima, maka perlu dilakukan
tahapan aplikasi intervensi psikologi secara paripurna.
Kesimpulan
Olah raga bukan sekedar mengolah raga atau
tubuh, melainkan merupakan suatu kegiatan yang sangat kompleks yang dipelajari
berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu, melalui olah raga yang teratur dan
mengikuti kaidah-kaidah ilmiah seyogianya dapat menjadi media
pengembangan karakter.....sedangkan, kondisi karakter yang prima merupakan keseimbangan yang harmoni dari kondisi dari mind, body and spirit.
Salam Olah Raga……
Referensi
o
Dispsiad, Bahan Pelatihan & Pengajaran
Psikologi Olah Raga
o
Gunarsa,S.D., Psikologi Olahraga Prestasi
PT BPK Gunung Mulya ,Jakarta, 2007
o
Lilik Sudarwati Adisasmito, Mental Juara
“Modal Atlet Berprestasi”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
o
Rita Sri Wahyusi Subowo, Pidato Pengukuhan Doktor HC di Universitas Negeri
Semarang
o
Thelma S.Horn., Advance In Sport Psychology
3rd Edition, champaign 2008. Human Kinetics
o
Monty P.Satiadarma, Dasar-Dasar Psikologi
Olah Raga, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 2000
Catatan
kecil tentang 5 prinsip pembelajaran :
1.
Mulai dari tujuan mulia (start
from noble goals)
2.
Nikmati perjalanan untuk mendapatkan tujuan (joy the way to get the aim)
3.
Transaksi Pertama (First
Transaction)
4.
Program berkelanjutan (Continuity
Program)
5.
Harmoni dalam perbedaan (Rainbow
harmony in diversity)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar